Kegiatan apa saja yang perlu dilengkapi dengan AMDAL, tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 29 tahun 1986 yaitu setiap rencana berupa:
a. perubahan bentuk
lahan dan bentuk alam, seperti: pembuatan jalan, bendungan, jalan kereta api
dan pembuakaan hutan;
b. eksploitasi sumber
daya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui, seperti;
pertambangan dan eksploitasi hutan;
c. proses dan kegiatan
lain yang secara potential dapat menimbulkan pemborosan, perusakan dan
kemerosotan pemanfaatan sumber daya alam dan energi, seperti, pemanfaatan tanah
yang tidak diikuti dnegna konservasi dan penggunaan energi yang tidak diikuti
dengan teknologi yang dapat mengefisienkan pemakainya.
d. proses dan hasilnya
yang mengancam kesejahteraan penduduk, pelestarian kawasan konservasi alam dan
cagar budaya, seperti kegiatan yang proses dan hasilnyamenimbulkan pencemaran,
penggunaan energi nuklir dan sebagainya;
e. introduksi jenis
tumbuhan dan jenis hewan, seperti introduksi jenis tumbuhan dan jenis hewan,
seperti; introduksi suatu jenis tumbuhan baru yang dapat menimbulkan jenis
penyakit baru pda tanaman; introduksi suaut jenis hewan baru yang dapat
mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;
f. pembuatan dan
penggunaan bahan hayati dan non hayati;
g. penerapan teknologi
yang diperkirakan mempunyai potensi besar mempengaruhi lingkungan.[2]
Dasar hukum AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di
dukung oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/
atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL
tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting.
Tujuan dan sasaran AMDAL
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha
atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak
lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usah dan / atau
kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara
efisien, meminimumkan dampak negatip dan memaksimalkan dampak positip terhadap
lingkungan hidup.
Tanggung jawab pelaksanaan AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi
proses pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
Mulainya studi AMDAL
AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan. Sesuai dengan PP No./ 1999 maka AMDAL merupakan syarat
yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan / atau kegiatan
. Oleh karenya AMDAL harus disusun segera setelah jelas alternatif lokasi usaha
dan /atau kegiatan nya serta alternatif teknologi yang akan di gunakan.
AMDAL dan perijinan.
Agar supaya pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat
mencapai sasaran yang diharapkan , pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme
perijinan rencana usaha atau kegiatan. Berdasarkan PP no.27/ 1999 suatu ijin
untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan baru akan diberikan bila hasil dari
studi AMDAL menyatakan bahwa rencana usaha dan/ atau kegiatan tersebut layak
lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi bagian dari ketentuan ijin.
Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung
jawab (Bapedal atau Gubernur) memberikan keputusan tidak layak lingkungan
apabila hasil penilaian Komisi menyimpulkan tidak layak lingkungan. Keputusan
tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan
ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak
mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut
dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem
hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum ,
tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan perintah
Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi pidana.
Prosedur penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah
sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau
kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang
dilaksanakan secara berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan
(KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat
dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL
Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa
konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator
pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota
penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang
kegiatan yang di studi. Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka
pemrakarsa wajib mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa
menyusun AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang
Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam
jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran,
pendapat dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap
diperlukan . Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan
tanggapan masyarakat dalam studi AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam
KOMISI PENILAI AMDAL maka saran,
pendapat dan tanggapan masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan penetapan
kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian
AMDAL Pusat yang berkedudukan di BAPEDAL untuk
menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau kegiatan yang bersifat
strategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah sengketa, berada
di ruang lautan, dan/ atau lokasinya dilintas batas negara RI dengan negara
lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan
meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen
yang di nilai adalah meliputi:
1.Penilaian dokumen
Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
(AMDAL) KABUPATEN/ KOTA.
Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Tugas
komisi penilai adalah menilai KA, ANDAL, RKL, dan RPL. Dalam melaksanakan
tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim teknis komisi penilai dan sekretaris
komisi penilai.
Susunan keanggotaan komisi penilai terdiri dari ketua
biasanya dijabat oleh Ketua Dapedalda Kabupaten/Kota, sekretaris yang dijabat
oleh salah seorang pejabat yang menangani masalah AMDAL. Sedangkan anggotanya
terdiri dari wakil Bapeda, instansi yang bertugas mengendalikan dampak
lingkungan, instasi bidang penanaman modal, instansi bidang pertanahan,
instansi bidang pertahanan, instansi bidang kesehatan, instansi yang terkait
dengan lingkungan kegiatan, dan anggota lain yang di anggap perlu.
Secara garis besar komisi penilai AMDAL dapat terdiri dari
unsur-unsur (1) unsur pemerintah;(2) wakil masyarakat terkena dampak; (3)
perguruan tinggi; (4) Pakar dan (5) organisasi lingkungan.
Ada semacam kerancuan dalam kebijakan AMDAL dimana dokumen
tersebut ditempatkan sebagai sebuah studi kelayakan ilmiah di bidang lingkungan
hidup yang menjadi alat bantu bagi pengambilan keputusan dalam pembangunan.
Namun demikian komisi penilai yang bertugas menilai AMDAL beranggotakan
mayoritas wakil dari instansi pemerintah yang mencermikan heavy bureaucracy ,
dan wakil-wakil yang melakukan advokasi . Dari komposisi yang ada dapat
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (1) keputusan kelayakan lingkungan di
dominasi oleh suara suara yang didasarkan pada kepentingan birokrasi; (2).wakil
masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan counter balance dapat dengan mudah
terkooptasi (captured or coopted) karena
berbagai faktor;
(3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang
mendominasi adalah bukan pertimbangan ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan
pemerintah atau kepentingan masyarakat/ LSM secara sepihak .
Sebagai seorang pengusaha atau investor , kemana dia harus
berkonsultasi jika mereka akan melaksanakan studi AMDAL ?. Sebaiknya konsultasi
dapat dilakukan di 3 (tiga) komisi penilai AMDAL, yaitu:
1. Komisi Penilai
AMDAL Pusat
2. Komisi Penilai
AMDAL Propinsi
3. Komisi AMDAL
Kabupaten/ Kota. Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang akan di studi
AMDAL nya.
EVALUASI PROSES PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Proses dan prosedur penilaian AMDAL secara umum cukup baik
yang ditandai dengan singkatnya waktu penilaian , memang waktu penilaian sangat
tergantung dari kualitas KA dan dokumen AMDAL nya sendiri.
Kemampuan teknis dan obyektifitas dari penilaian
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus
AMDAL A, B, dan C cukup baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional
serta anggota penilai yang pernah melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya
relatif tidak banyak. Anggota komisi penilai yang berasal dari institusi
sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari tim penilai tetap) sering
belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh LSM dan wakil dari
masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut duduk di dalam
komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup
memadai dengan dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan
tokoh masyarakat.[3]
Kita sebagai masyarakat harus membantu pemerintah dalam mengawasi perusahaan/industri yang akan membangun usahanya di lingkungan kita tinggal, jangan sampai kita acuh tak acuh terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan oleh industri yang akan membangun pabriknya di lingkungan kita, sebab jika kita tidak perduli terhadapnya maka bisa menghasilkan dampak yang negative untuk masayarakat luas, sebagi contoh industri bahan kimia akan didirikan disuatu wilayah dimana daerah tersebut dekat dengan lingkungan dimana banyak masyarakat yang tinggal, lalu karena ketidakperduliaan warga sekitar limbah dari indutri kimia itu pun dibuang kesungai sehingga sungai yang tadinya masih jernih dengan banyak biota yang hidup disana dengan adanya limbah yang berbahaya tersebut dibuang ke sungai maka biota yang hidup di sungai tersebutpun mati.Belum lagi dampak negative lainnya jika industri belum memiliki AMDAL ini.
referensi:
[1] http://www.menlh.go.id/amdal/
[2] http://www.artikellingkunganhidup.com/amdal-analisa-dampak-lingkungan.html
[3]http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/analisis-mengenai-dampak-lingkungan-amdal-dan-faktor-recovery-ekonomi/
0 komentar:
Posting Komentar